Adab-Adab Haji(1)
ADAB-ADAB HAJI
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, nabi kita Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang setiap. Amma ba’du:
Adab-adab yang sudah seharusnya diketahui dan diamalkan oleh orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah untuk memperoleh umrah yang diterima dan haji yang mabrur lagi penuh berkah sangat banyak, di antaranya adab yang wajib, adab yang sunnah, dan saya menyebutkan sebagian darinya sebagai contoh, bukan menyebutkan semuanya, adalah yang berikut ini:
1. Istikharah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menentukan waktu, kenderaan, dan teman, serta arah jalan jika banyak arah jalan, juga meminta pendapat orang-orang shalih dalam hal itu. Adapun ibadah haji, sesungguhnya ia sangan baik, tanpa diragukan lagi. Dan cara shalat istikharah adalah shalat dua rekaat kemudian berdoa dengan yang warid.[1]
2. Orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah harus berniat melaksanakan keduanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekatkan diri kepadanya, janganlah ia bertujuan untuk mendapatkan dunia, atau membanggakan diri, atau mendapatkan gelar, atau riya dan sum’ah. Sesungguhnya hal itu menjadi penyebab hilangnya pahala ibadah dan tidak diterima. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لله رَبِّ الْعَالَمِينَ * لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْـمُسْلِمِينَ
Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’aam/6:162-163]
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya”.[al-Kahf/18:110]
Seharusnya seperti inilah seorang, ia tidak bertujuan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat, dan karena inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. [al-Isra/17:18]
Dan di dalam hadits qudsi:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
‘Aku paling kaya dari sekutu (tidak membutuhkan sekutu), barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang ia menyekutukan Aku dengan yang lain, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya.”[2]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa khawatir terjadinya syirik kecil terhadap umatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ- فسُئل عنه فقال: ((اَلرِّيَاءُ))
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah syirik kecil.’ Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang hal itu, beliau menjawab: Riya’.’[3]
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَمَّعَ، سَمَّعَ اللّٰهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَاءِ، يُرَاءِ اللّٰهُ بِهِ
‘Barangsiapa yang ingin didengar (suka didengar orang lain) niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memperdengarkan dengannya, dan barangsiapa yang ingin dilihat (riya) niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan dengannya.”[4]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا الله مُخْلِصِـينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [al-Bayyinah/98:5]
3. Seseorang yang ingin melaksanakan ibadah haji dan umrah harus memahami hukum-hukum haji dan umrah. Juga hukum-hukum safar sebelum melaksanakan perjalanan, seperti qashar, jama’, hukum-hukum tayammum, mengusap dua khuf, dan yang lainya yang dibutuhkannya di dalam perjalanan menunaikan manasik haji. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا[5] يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan dengannya niscaya Dia Subhanahu wa Ta’ala memberikan pemahaman kepadanya dalam masalah agama.”[6]
4. Bertaubat dari segala perbuatan dosa dan maksiat, sama saja ia berhaji atau umrah, atau yang lainnya. Maka ia harus bertaubat dari semua dosa. Dan hakikat taubat adalah: berhenti dari semua dosa dan meninggalkannya, menyesali perbuatannya dan berteguh hati tidak akan mengulanginya. Dan jika berbuat zalim kepada orang lain, ia harus mengembalikan atau meminta halal darinya. Sama saja ia: merupakan kehormatan atau harta atau yang lainya dari sisi yang diambil kebaikannya untuk saudaranya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan niscaya diambil dari dari kejahatan saudaranya lalu dicampakkan kepadanya.[7]
5. Orang yang melaksakan haji dan umrah harus memilih harta yang halal untuk haji dan umrahnya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik, dan karena harta yang haram menyebabkan tidak diterima doa.[8] Dan darah apapun yang berasal dari harta yang haram maka api neraka lebih utama dengannya.[9]
6. Disunnahkan baginya menulis wasiatnya, dan segala yang terkait hak dan kewajibannya, ajal (umur) ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الله عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ الله عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Luqman/31:34)
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصَى فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ
“Tidak ada hak bagi seorang muslim yang dia ingin berwasiat padanya yang berlalu dua malam kecuali wasiatnya tertulis di sisinya.”[10]
Dia bersaksi atasnya, membayar hutangnya, mengembalikan titipan kepada pemiliknya atau meminta ijin kepada mereka agar tetap padanya.
7. Dianjurkan agar ia berpesan (berwasiat) kepada keluarganya agar selalu bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan ia merupakan wasiat generasi pertama dan terakhir:
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُواْ الله وَإِن تَكْفُرُواْ فَإِنَّ لله مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَانَ الله غَنِيًّا حَمِيدًا
…dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang dibumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. [an-Nisaa/4:131]
8. Berusaha dalam memilih teman yang shalih dan dari penuntut ilmu syar’i. Maka sesungguhnya hal ini termasuk sebab mendapat taufik dan tidak terjerumus dalam kesalahan di tengah perjalanan, saat haji dan umrahnya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang menurut agama temannya, maka hendaklah salah seorang darimu melihat siapakah yang ditemani.”[11]
Dan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا، وَلا يَأْكُلْ طعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
“Janganlah engkau berteman kecuali orang yang beriman dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang taqwa.”[12]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan teman yang shalih itu bagaikan orang yang membawa minyak wangi dan teman yang jahat seperti orang yang meniup pandai besi.[13]
9. Berpamitan kepada keluarga, karib kerabat, dan para ulama dari tetangga dan sahabatnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَرَادَ سفرًا، فَلْيَقُلْ لِمَنْ يُخَلِّفُ: أَسْتَوْدِعُكُمُ اللهَ الَّذِيْ لاَ تَضِيْعُ وَدَائِعُهُ
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkan sahabatnya apabila salah seorang dari mereka ingin safar, beliau bersabda:
أَستَودِعُ اللهَ دِينَكَ وأمَانَتَكَ وخَواتِيْمَ عَمَلِك
‘Aku menitipkan engkau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agamamu, amanahmu, dan kesudahan/penutup amalmu.”[15]
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada musafir yang memohon nasihat kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah taqwamu, mengampuni dosamu, memudahkan kebaikan untukmu di manapun engkau berada.”[16]
Dan seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia ingin safar, ia berkata: Ya Rasulullah, berilah pesan kepadaku! Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالتَّكْبِيرِ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ
‘Aku berpesan kepadamu agar selalu bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan membaca takbir di setiap tempat yang tinggi.”
Maka setelah ia pergi, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
اللَّهُمَّ ازْوِ لَهُ الْأَرْضَ وَهَوِّنْ عَلَيْهِ السَّفَرَ
‘Ya Allah, pendekkanlah bumi untuknya dan mudahkanlah perjalanannya.”[17]
10. Janganlah ia membawa lonceng, suling dan anjing, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا تَصْحَبُ الملائكة رُفْقَةً فيها كلب أو جَرَسٌ
‘Malaikat tidak menyertai rombomngan perjalanan yang padanya terdapat anjing dan lonceng.”[18]
Dan darinya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْجَرَسُ مَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ
“Lonceng adalah suling syetan.”
ِ11. Apabila ingin melaksanakan safar untuk melaksanakan haji bersama salah satu istrinya, jika ia mempunyai lebih dari satu, ia mengundi di antara mereka, siapapun yang terpilih ia keluar bersamanya, berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melakukan safar, beliau mengundi di antara para istrinya. Siapapun yang terpilih, ia keluar bersamanya.’[19] Inilah sunnah, apabila ia ingin safar bersama salah satu istrinya, maka mengundi adalah pilihan terbaik.[20]
12. Dianjurkan agar keluar melakukan safar pada hari Kamis di permulaan siang karena perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ka’ab bin Malik Radhiyallahu anhu berkata: ‘Jarang sekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bila melakukan safar kecuali pada hari Kamis.’[21] Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada umatnya agar mendapat berkah di pagi hari, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللهمَّ بارِكْ لأُمَّتِي في بُكورِها
‘Ya Allah, berilah berkah untuk umatku di pagi harinya.”[22]
13. Dianjurkan agar membaca doa keluar rumah, ia membaca saat keluar rumah:
بِاسْمِ اللّٰهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللّٰهِ وَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ
‘Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[23]
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu bahwa aku menyesatkan atau disesatkan, aku tergelincir atau digelincirkan, aku berbuat zalim atau dizalimi, aku bertindak bodoh atau dibodohi.”[24]
14. Disunnahkan berdoa dengan doa safar, apabila menaiki tunggangannya, atau mobilnya, atau pesawat, atas kenderaan lainnya, maka ia membaca:
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.:(Maha Suci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami”) Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan dan taqwa dalam perjalanan kami ini, dan dari perbuatan yang Engkau ridhai. Ya Allah, mudahkanlah untuk kami perjalanan ini dan dekatkanlah jauhnya dari kami. Ya Allah, Engkau ada sahabat dalam perjalanan, khalifah dalam keluarga. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kesusahan perjalanan, beratnya pandangan dan buruk tempat kembali dalam harta dan keluarga…” dan apabila pulang, ia membacanya dan menambahkan: ‘Kembali, bertaubat, dan menyembah, kepada Rabb kami memuji.“[25]
15. Disunnahkan agar ia tidak melakukan safar sendirian kecuali bersama teman, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ
“Jika manusia mengetahui dalam kesendirian seperti yang aku ketahui niscaya orang yang bertunggangan tidak melakukan perjalanan sendirian.”[26]
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّاكِبُ شَيطانٌ، والرَّاكِبانِ شَيطانانِ، والثَّلاثةُ رَكبٌ
“Satu orang yang bertunggangan adalah syetan, dua orang adalah dua syetan dan tidak orang adalah rombongan.”[27]
16. Orang-orang musafir mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin (amir) untuk lebih menyatukan mereka, menguatkan kesepakatan mereka, memperkokoh untuk memperoleh tujuan mereka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang keluar, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin.”[28]
17. Apabila orang-orang yang musafir singgah di satu tempat, dianjurkan agar bergabung satu sama lain. Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila singgah di satu tempat, mereka berpencar di berbagai tempat, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنما تَفَرُّقَكُمْ في هذه الشِّعَابِ والأوْدِيَةِ إِنَّما ذَلِكُمْ مِنَ الشيطانِ
“Sesungguhnya yang memisahkan kamu di lembah dan jurang ini adalah syetan.“[29]
Setelah itu mereka saling bergabung satu sama lain sehingga bila dibuka satu pakaian/tikar untuk mereka niscaya sudah mencukupi.
18. Apabila singgah di satu tempat di dalam perjalanan atau yang lainnya, dianjurkan membaca doa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
‘Aku berlindung dengan kalimah-kalimah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna dari kejahatan yang Dia ciptakan.”
Apabila ia membaca doa tersebut maka tidak ada yang membahayakannya sehingga ia meninggalkan tempat itu.[30]
19. Dianjurkan agar membaca takbir di dataran yang tinggi dan membaca tasbih di dataran rendah. Jabir Radhiyallahu anhu berkata: “Apabila kami menaikit dataran tinggi kami membaca takbir dan apabila menuruni lembah kami membaca tasbih.”[31]
Dan mereka tidak mengangkat suara mereka saat membaca takbir. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ
‘Wahai manusia, kasihani dirimu, sesungguhnya kamu tidak memanggil orang yang tuli dan tidak pula gaib. Sesungguhnya Dia bersamamu, sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala Maha Mendengar lagi Maha Dekat.“[32]
20. Dianjurkan membaca doa saat memasuki perkampungan atau kota, maka ia membaca saat melihatnya:
اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَمَا أَظْلَلْنَ، وَرَبَّ اْلأَرَضِيْنَ السَّبْعِ وَمَا أَقْلَلْنَ، وَرَبَّ الشَّيَاطِيْنَ وَمَا أَضْلَلْنَ، وَرَبَّ الرِّيَاحِ وَمَا ذَرَيْنَ. أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذِهِ الْقَرْيَةِ وَخَيْرَ أَهْلِهَا، وَخَيْرَ مَا فِيْهَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
“Ya Allah, Rabb tujuh lapis langit dan yang dinaunginya, Rabb tujuh lapis bumi dan yang dipikulnya, Rabb syetan dan yang mereka sesatkan, Rabb angin dan yang ditiupnya, aku memohon kepada-Mu kebaikan perkampungan ini dan kebaikan penduduknya serta kebaikan yang ada padanya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya, kejahatan penduduknya, dan kejahatan yang ada padanya.”[33]
21. Dianjurkan saat melakukan perjalanan, agar berjalan di malam hari, terutama di permulaannya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟﺪُّﻟْﺠَﺔِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻷَﺭْﺽَ ﺗُﻄْﻮَﻯ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ
“Hendaklah kamu lakukan (perjalanan) di saat gelap, maka sesungguhnya bumi dilipat di malam hari.”[34]
22. Disunnahkan agar membaca di waktu sahur, apabila fajar sudah nampak:
سَمَّعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللَّهِ، وَحُسْنِ بَلائِهِ عَلَيْنَا، رَبَّنَا صَاحِبْنَا، وَأفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذاً بِاللهِ مِنَ النَّارِ
“Mendengar orang yang mendengar dengan pujian bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, perlakuan-Nya yang baik kepada kita, wahai Rabb kami temanilah kami, berilah karunia kepada kami, kami berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari api neraka.“[35]
23. Disunnahkan memperbanyak doa…
[Disalin dari من آداب الحج Penulis : Syaikh Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Penerjemah Muhammad Iqbal A. Gazali. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1431]
_______
Footnote
[1] Lihat: al-Istikharah dalam al-Bukhari 7/162 dan Hishnul Muslim hal 45.
[2] HR. Muslim, kitab Zuhud dan Raqaiq, bab: Barangsiapa yang menyetukukan dalam ibadahnya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
[3] HR. Ahmad dalam Musnad 5/428 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ 2/45.
[4] Muttafaqun ‘alaih dari hadits Jundub Radhiyallahu anhu, al-Bukhari, kitab riqaq, bab riya dan sum’ah no. 6499, dan Muslim, kitab zuhud dan raqaiq, bab di antara syirik kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadahnya.no. 2987.
[6] Al-Bukhari dari hadits Mu’awiyah Radhiyallahu anhu, kitab ilmu, bab: Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’alamenghendaki kebaikan dengannya niscaya Dia Subhanahu wa Ta’alamemberikan pemahaman kepadanya dalam masalah agama.
[7] Lihat surah an-Nuur ayat 31 dan al-Bukhari, kitab Riqaq, bab qishash di hari kiamat no. 6534, 6535.
[8] Lihat Shahih Muslim kitab Zakat, bab menerima sedakah dari hasil usaha yang halal no. 1015.
[9] Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/31, Ahmad dalam az-Zuhd hal 164 dan dalam Musnad 3/321, ad-Darimi 2/229, dan selain mereka. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ 4/172, dan lihat Fath al-Bari 3/113.
[10] Muttafaqun ‘alaih dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhu: al-Bukhari, kitab wasiat, bab wasiat no. 2738, dan Muslim, kitab wasiat no. 1627.
[11] HR. Abu Daud, kitab adab 3/188.
[12] HR. Abu Daud, kitab Adab no. 4832, at-Tirmidzi kitab Zuhud, bab berteman orang yang beriman, no. 2395. dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud no.4832 dan Shahih at-Tirmidzi no. 2519/
[13] Muttafaqun ‘alaih, dari hadits Abu Musa al-Bukhari, kitab sembelihan dan buruan, bab misk no. 5534, dan Muslim, kitab birr dan shilah, bab anjuran duduk bersama orang shalih dan menjauhi teman yang buruk no. 2638.
[14] HR. Ahmad 2/403, Ibnu Majah, kitab jihad, bab mengantarkan para pejuang dan melepaskan mereka no. 2825. dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ahadits shahihah, no 16 dan 2547. dan shahih Sunan Ibnu Majah 2/133.
[15] HR, Abu Daud, kitab Jihad, bab doa saat melepaskan no.2600, at-Tirmidzi, kitab doa-doa, bab ucapan saat mengantarkan seseorang no. 3442. dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 3/155.
[16] HR. At-Tirmidzi kitab doa, bab ucapan apabila mengantarkan seseorang no. 3444 dan Saikh al-Albani berkata dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi 3/149: Hasan shahih.
[17] HR. At-Tirmidzi, kitab doa, bab darinya: pesannya r kepada musafir agar bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladan membca takbir di setiap tempat yang tinggi. No. 3445, Ibnu Majah, kitab Jihad, bab keutamaan berjaga dan membaca takbir saat berjuang fi sabilillah no. 2771, Ahmad dan al-Hakim. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 3./156, Shahih Ibnu Majah 2/124, dan Shahih Ibnu Khuzaimah 4/149.
[18] HR. Muslim, kitab pakaian dan perhiasan, bab dibenci anjing dan lonceng dalam perjalanan no. 2113.
[19] Muttafaqun ‘alaih. Al-Bukhari, kitab hibah, bab pemberian istri kepada selain suaminya, no. 2593, dan Muslim, kitab keutamaan sahabat, bab keutamaan Aisyah radhiyallahu ‘anha no 2445.
[20] Saya mendengarnya dari Syaikh kami Imam Ibnu Baz saat menerangkan shahih al-Bukhari no,. 2879.
[21] Al-Bukhari, kitab Jihad, bab siapa yang ingin berperang, ia melakukan tauriyah dengan yang lain dan siapa yang ingin keluar pada hari Kamis. No. 2948.
[22] HR. Abu Daud, kitab Jihad, bab pagi hari melakukan safar no. 2606, at-Tirmidzi, kitab jual beli, bab pagi hari berdagang no. 1212, Ibnu Majah, kitab Perdagangan, bab diharapkan berkah di pagi hari no. 2236, Ahmad dalam Musnadnya (1/154, 3/416). Abu Isa berkata: hadits hasan dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 2/494 dan Shahih at-Tirmidzi 2/807.
[23] HR. Abu Daud, kitab Adab, bab yang dibaca saat keluar dari rumahnya no. 5090, at-Tirmidzi dalam kitab doa, ba yang dibaca saat keluar rumahnya no. 3426 dan ia berkata: ini hadits hasan shahih gharib dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 3/410 dan Shahih Sunan Abu Daud 3/959.
[24] HR. Abu Daud, kitab Adab, bab yang dibaca saat keluar dari rumahnya no. 5094, at-Tirmidzi, kitab doa, bab darinya no. 3427, an-Nasa`i, kitab berlindung, bab berlindung dari doa yang tidak dikabulkan, no. 5536, Ibnu Majah, kitab doa, bab doa seseorang apabila keluar dari rumahnya. At-Tirmidzi berkata: ini hadits hasan shahih. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 3/959 dan Shahih Sunan Abu Daud 3/410-411
[25] HR. Muslim dalam kitab haji, bab yang dibaca apabila mengenderai tunggangan menuju ibadah haji. No. 1342.
[26] HR. Al-Bukhari dalam kitab Jihad dan perjalanan, bab perjalanan seorang diri saja no. 2998
[27] HR. Abu Daud, kitab Jihad, bab laki-laki melakukan safar seorang diri no. 2607, at-Tirmidzi dalam kitab jihad, bab dibenci melakukan safar seorang diri saja no. 1674, dan ia berkata: hadits hasan shahih, dan Ahmad dalam musnadnya (2/186-214), al-Hakinm dalam al-Mustadrak 2/102 dan ia berkata: Shahih isnad dan keduanya tidak mengeluarkannya. Dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 62 dan Shahih at-Tirmidzi 2/245.
[28] HR. Abu Daud dalam kitab jihad, bab satu yang safar dan mereka mengangkap salah seorang dari mereka sebagai pemimpin, no. 8, 26, 9, 26 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 2/ 494- 495.
[29] HR. Abu Daud, kitab Jihad, bab dianjurkan bergabungnya tentaran, no. 2628 dan shahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 2/130.
[30] HR. Muslim, kitab zikir, doa, taubat, dan istighfar. Bab berlindung dari keburukan qadha, nol. 2709.
[31] HR. al-Bukhari, kitab jihad, bab membaca tasbir saat menuruni lembah no. 2993.
[32] HR. Al-Bukhari, kitab jihad, bab dimakruhkan meninggikan suara dalam bertakbir no. 2992 dan Muslim dalam kitab Zikir, doa, taubat dan istighfar, bab dianjurkan merendahkan suara saat berzikir no. 2704.
[33] HR. an-Nasa`i dalam amal yaum wal lailah no. 544, Ibnu Sunni dalam amal yaum wal lailah no. 524, Ibnu Hibban dalam Mawarid Zham’an no. 2377. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya nol.2565, al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/446, 2/100) dan ia menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dihasankan oleh Ibnu Hajar. Al-Haitsami berkata dalam Majma’ az-Zawaid 10/137, dan diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dan isnadnya hasan. Ibn Baz berkata dalam Tuhfatul Akhyar hal 37: Diriwayatkan olah-an-Nasa`i dengan sanad yang hasan.
[34] HR. Abu Daud dalam kitab Jihad, bab dalam kegelapan, no. 2571, al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/445, dan ia berkata: Shahih menurut syarat dua syaikh dan keduanya tidak meriwayatkannya, disetujui olleh adz-Dzahabi, al-Baihaqi salam Sunan Kubra 5/256 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Alabni dalam ash-Shahihah nol. 681 dan dalam Shahih Sunan Abu Daud 2/467.
[35] HR. Muslim dalam kitab Zikir, doa, taubat dan istighfar. Bab berlindung dari keburukan yang dilakukan dan dari keburukan yang tidak dilakukan. No. 2718.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/83124-adab-adab-haji1.html